Jakarta – Ketua Tim Pembela Habib Rizieq Natalius Pigai mengakui bahwa pada saat ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah menghadapi dilema. Berada di tengah-tengah tarikan berbagai kepentingan, kepentingan para pencari keadilan, kepentingan aktor-aktor pelaku kriminal, para punggawa politik juga tekanan dunia internasional.
“Kepolisian ibarat diserbu dari 8 penjuru mata angin,” kata Natalius Pigai.
Menurut Komisioner Komnas Ham itu, tidak mengherankan karena saat ini negara ini berada pada turbulensi politik yang tinggi, dimana semua orang berharap kepolisian sebagai alat pemukul lawan. Namun hanya dengan kepiawaian seorang Jenderal Prof Dr. Tito Karnavian mampu menjaga Marwah institusi kepolisian saat ini.
“Jenderal Tito telah menyadari bahwa Kepolisian adalah satu lembaga negara yang dekat dengan rakyat, para pencari keadilan. Pasti senang jika dipuji juga tetap saja menerima di saat dihujat, dicaci dan maki. Yang paling penting adalah Jenderl Tito tetap berusaha untuk menegakkan hukum secara berkeadilan. Jenderal Tito juga tetap berusaha untuk menjaga agar tegaknya Pancasila dan UUD, NKRI dan Kebhinekaan Bangsa,” sebut Natalius.
“Tidak banyak yang tahu, Proses hukum yang begitu cepat terhadap kasus penistaan agama yang dilakukan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kepolisian berani mengambil keputusan disaat adanya benturan tuntutan mayoritas umat muslim dan kepastian jaminan perlindungan bagi kaum minoritas,” ungkapnya dia lagi.
“Di tengah dilema kepolisian menegakkan keadilan dan Pengadilan memutuskan Ahok bersalah. Dan itu terjadi karena seorang Tito Karnavian,” bebernya.
Dikatakan Natalius, ketika proses hukum terhadap para ulama, ustad, ustadah, habib, habaib, umat muslim dan aktivis, semuanya berakhir dengan baik tanpa melalui proses penegakan hukum dengan mengedepankan pendekatan ketat (crime control model) dan Tito sebagai Kapolri mengontrol secara agar citra, harkat dan martabat para pemimpin muslim tetap terjaga.
“Sebagai intelektual, Jendral Tito menyadari betul bahwa saat ini adanya gempuran dunia internasional dengan membangun framing negatif atau stereotipe negatif terhadap muslim,” ujarnya.
Masih kata Natalius, Habib Rizieq Shihab pemimpin muslim Indonesia, Ulama Besar adalah target utama bagi orang-orang yang menjalankan praktik Islamopobia yang yang telah menghancurkan imperium Islam dan peradabaanya di Dunia Arab. Dunia Arab dihancurkan dengan memberangusnya situs-situs tua sebagai simbol imperium Islam dan pusat perasaan Islam mulai beralih ke ke kawasan Asia Tenggara dan Indonesia sebagai tujuan ekspansi Islam Transnasional.
“Habis Rizieq adalah figur sentral yang mampu membangun peradaban dan kedigdayaan Islam,” ujarnya.
“Bagaimanapun Tito seorang intelektual muslim asal Palembang memainkan peran sentral menyelamatkan harkat dan martabat Habib Rizieq sebagai simbol tokoh muslim berpengaruh di negeri ini,” tuturnya.
Dia melanjutkan memang tidak mudah menegaskan hukum tetapi lebih sulit menjaga nama, harkat mulia tokoh-tokoh panutan umat muslim.
“Semua ini saya saksikan sendiri sebagai Ketua Tim Pembela Habib Rizieq, para ulama, Umat Muslim, aktivis baik di Komnas HAM maupun juga sebagai aktivis kemanusiaan,” ucapnya.
Lebih lanjut, Natalius mengemukakan pernyataan Jenderal Tito yang menyatakan bahwa hanya NU dan Muhamadiyah adalah NKRI itu menunjukkan kecerdasan intelektualnya yang tidak banyak diketahui di sanubarinya bahwa “itu hanya sebuah pancingan agar semua komponen muslim selain NU dan Muhamadiyah keluar dari sanubarunya untuk menyatakan secara lantang mengakui Pancasila dan NKRI sebagai landas pijak. Sebagaimana yang dilakukan oleh NU dan Muhammadiyah.
“Justru harus diapresiasi kepada Jenderal Tito karena pernyataan itulah merekatkan semua rakyat Indonesia mengerti akan posisi dan jati diri orang-orang Islam yang selama ini diabaikan dan dicurigai oleh negara sebagai bagian tidak terpisahkan dari negeri ini,” kata dia.
Lebih jauh, Natalius menegaskan standar berfikir negara tentang Pancasila dan NKRI adalah standar berfikir pada Tito sebagai Kepala Kepolisian RI yang bertugas menegakkan simbol-simbol negara bangsa. Dan Pernyataan Jenderal Tito adalah melaksanakan tugas sebagai punggawa NKRI sebagai pemimpin tertinggi kepolisian RI.
“Mari kita sudahi Polemik ini, toh Tito adalah seorang anak muslim dari pedalaman Palembang yang mengerti Islam sejak hayat dikandung badan,” tutupnya.