Tegal – Penggunaan cantrang di Indonesia banyak dilakukan oleh nelayan di wilayah Pantai Utara Jawa dan sebagian kecil di sejumlah daerah lain di luar Pulau Jawa.
Para nelayan tradisional yang berada di wilayah Pantai Utara Jawa Tengah, diantaranya adalah masyarakat nelayan tradisional yang tergabung dalam Persatuan Nelayan Sejahtera wilayah Jawa Tengah, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Wilayah Tegal, Rukun Nelayan Desa Bojongsana Kecamatan Suradadi Kabupaten Tegal, Paguyuban Putra Bahari Tegal, Keluarga besar Nahkoda Kapal Cumi wilayah Tegal, dan beberapa kelompok nelayan di wilayah Pantura Jawa Tengah.
Mereka membuat pernyataan sikap mendukung kebijakan pemerintah bidang Kelautan dan Perikanan untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan laut Indonesia, demi masa depan anak cucu dan generasi bangsa Indonesia.
Terkait pemberlakukan larangan alat penangkapan ikan (API) tidak ramah lingkungan, telah diatur dalam Permen KP No.2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Permen KP No. 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kebijakan yang ada, mulai dari penggantian alat tangkap ikan untuk kapal cantrang berbobot kurang dari 10 GT, seperti gillnet, bubu lipat, rawai dasar, kemudian memfasilitasi kapal cantrang 10-30 GT terkait pembiayaan dari lembaga keuangan untuk mengganti alat tangkap, serta memfasilitasi pelayanan perizinan pusat melalui gerai perizinan untuk kapal cantrang lebih dari 30 GT.
Hingga kini, larangan penggunaan cantrang sudah tiga kali diperpanjang pemerintah. Perpanjangan pertama ditetapkan hingga Desember 2016, melalui SE No. 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di WPPNRI. Perpanjangan kedua ditetapkan hingga Juni 2017, melalui SE Dirjen Perikanan Tangkap No. B.664/DJPT/PI.220/VI/2017.
Dan perpanjangan ketiga berlangsung hingga akhir Desember 2017 melalui SE Dirjen Perikanan Tangkap No. B.743/DJPT/PI.220/VII/2017 tentang Pendampingan Peralihan Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela di WPPNRI.
Kemudian pada tanggal 17 Januari 2018 Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti usai bertemu dengan perwakilan peserta aksi demo di Taman Pandang Monumen Nasional (Monas) Jakarta, yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI).
Atas aksi ini pemerintah akhirnya memberikan perpanjangan waktu kepada nelayan kapal cantrang untuk bisa melaut kembali sampai dengan proses peralihan alat tangkap selesai, tetapi dengan beberapa catatan yang harus dipatuhi nelayan, diantaranya adalah tidak boleh ada penambahan kapal cantrang lagi, pemerintah membantu memfasilitasi nelayan terkait pinjaman ke bank dalam proses peralihan alat tangkap, dll.
Salah satu perwakilan Nelayan yang ditunjuk dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo tersebut adalah saudara Hadi Santoso selaku Ketua KUD Karya Mina Kota Tegal dan juga Ketua Bidang Organisasi Aliansi Nelayan Indonesia.
Hadi Santoso membuat himbauan/pernyataan sikap yang dituangkan dalam video berdurasi 1 menit, yaitu menghimbau kepada para nelayan Indonesia untuk mendukung kebijakan pemerintah bidang kelautan dan Perikanan dalam rangka menjaga dan melestarikan laut Indonesia demi masa depan anak cucu kita, serta menciptakan Indonesia damai, jangan mudah terprovokasi, serta jangan mudah terpecah belah”
Apa Itu Cantrang
Perlu diketahui, Cantrang adalah alat penangkap ikan yang berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Jaring cantrang yang ditarik menggunakan kapal yang bergerak mampu menangkap ikan di dasar perairan.
Ekosistem tempat tumbuhnya jasad renik atau organisme, yang menjadi makanan ikan, bisa terganggu atau rusak akibat penggunaan cantrang, serta ikan-ikan kecil pun juga ikut tertangkap, sehingga dapat mengganggu keberlanjutan kelautan dan perikanan Indonesia.
Sebetulnya polemik terkait penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang di Indonesia sudah muncul sejak era Presiden Soeharto, para nelayan kecil meminta kapal pukat harimau (trawl) dilarang untuk beroperasi karena dianggap sangat merugikan mereka.
Bahkan di era itu dikeluarkan surat Keputusan Presiden No. 39 tahun 1980 tentang penghapusan jaring trawl yang berlaku sejak 1 Oktober 1980 untuk wilayah perairan Laut Jawa, kemudian juga berlanjut berlaku di Pulau Sumatera sejak 1 Januari 1981.