JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dituding telah mengingkari janji kampanyenya karena telah mengizinkan reklamasi Ancol. Padahal Anies telah menyatakan menolak reklamasi saat Pilkada 2017.
Berbagai kelompok bahkan mantan pendukungnya pun ikut bereaksi menyatakan kekecewaannya atas penerbitan izin reklamasi tersebut.
Koordinator Relawan Jaringan Warga Sanin A Irsyad mengatakan penjelasan Anies terkait hal tersebut dinilai telah mengingkari janji kampanyenya. Kata dia, Anies tidak ada bedanya dengan Gubernur DKI sebelumnya.
“Jelas-jelas beliau mengingkari janji kampanyenya. Sampai kapanpun kami Jawara akan menyuarakan ini, kalau seperti ini apa bedanya Pak Anies dengan Gubernur sebelumnya,” tegas Sanin.
Hal itu mengemuka dalam diskusi publik bertema “Gubernur Anies, Antara Retorika dan Realita ?”, Senin (27/7/2020).
Menurut dia, pihaknya memastikan tidak akan berhenti menyuarakan penolakan terkait reklamasi sampai Anies mencabut Kepgub reklamasi tersebut. Dia mengingatkan dari 23 poin janji kampanyenya saat Pilkada DKI 2017, di poin 6 adalah menolak reklamasi. Makanya, kata dia, kelompok tergabung dalam Jaringan Warga Jakarta Utara (JAWARA) yang terdiri dari nelayan itu sepakat mendukung pasangan Anies-Sandi, apalagi menyatakan tegas menolak reklamasi.
“Kita sepakat mendukung Anies-Sandi karena di pasangan tersebut menolak reklamasi Ancol. Tapi tiba-tiba di awal Juni Pak Anies mengeluarkan statemen untuk mengizinkan kawasan Ancol direklamasi. Ini mengejutkan kami dan warga pendukungnya,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Bamus Betawi 1982 H Zaenuddin MH menilai pernyataan Anies yang menyebut reklamasi Ancol bukanlah reklamasi tapi perluasan daratan menuai pro dan kontra. Namun, kata dia, yang pro dituding tidak memakai akal sehat.
“Awalnya normalisasi jadi naturalisasi sungai, kita kaget. Sekarang katanya bukan reklamasi tapi perluasan daratan. Yang pro kayaknya gak pakai akal sehat,” jelas Zaenuddin.
Dikatakan Zaenuddin, keputusan Gubernur DKI terkesan terburu-buru sehingga menjadi masalah. Kata dia, Perda belum ada, peraturan zonasi belum ada, kerjasama sama siapa juga belum ada, dan anggaran juga tak jelas dari asal muasalnya.
“Sekarang Pak Anies punya keinginan kuat mereklamasi Ancol, tapi payung hukumnya belum ada. Kalau kata orang Betawi, ini kebelet, pingin terjun payung tapi gak pakai payung. Ini bisa jadi masalah. Kalau bisa ya payungnya diberesin dulu,” jelasnya.
Ditempat yang sama, Koordinator Barometer Jakarta Muhammad Farhan menegaskan reklamasi adalah meluaskan daratan. “Nguruk, nimbun, itu reklamasi namanya, pakai logika saja,” jelas Muhammad Farhan.
Kata Farhan, Kepgub No 237 dinilai cacat hukum, karena berdiri sendiri, harusnya ada acuan UU tahun 2014.
“Saya kok mikirnya Gubernur Anies memainkan psikis masyarakat Jakarta, buktinya hari ini Ketua Jawara datang bahas ini, padahal dulu dia mendukung Pak Anies. Ini seolah-olah kita ini dianggap orang bodoh,” sebutnya.
Masih kata Farhan, reklamasi ini tidak ada kajiannya, Amdal, RTH, dan sebagainya, belum ada kajiannya, maka hal ini tidak masuk akal. Waktu masyarakat demo protes baru dia bilang ini mau dibuat aturannya, dan kajiannya.
“Saya harus bilang Gubernur Anies ini tukang bohong. Saya harus bilang itu, ahli retorika beliau,” cetus Farhan.
Perwakilan KIARA Farid menuturkan khususnya soal reklamasi Ancol, di sisi ekologis sungai di Jakarta sudah mengalami pencemaran, ini satu isu yang harus dipahami. Jika tetap ada reklamasi Ancol ini maka sama saja Gubernur Anies melakukan pembiaran pencemaran.
“Reklamasi Ancol untuk memfasilitasi menjadi pantai publik, ini logika keliru. Jika ingin seperti itu dan Anies serius maka pesisir sepanjang 30 km sebagai pantai publik ya bukan dengan membangun pantai baru lewat reklamasi. Jangan menggunakan alasan publik sebagai dasar keputusan,” pungkasnya.