JAKARTA – Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus menilai pandangan Sumardjijo dan Bambang Widjojanto mengenai dugaaan korupsi Formula E merupakan pandangan sesat dan tidak memiliki dasar. Padahal, kata Petrus, publik sangat mendukung permintaan KPK untuk mengaudit BPK.
Sebelumnya dalam pandangannya, Sumardjijo menilai langkah KPK dan BPK mengenai audit investigasi terhadap dugaan korupsi Firmula E sebagai tidak wajar.
“Saya kira itu adalah pandangan yang keliru dan tidak memiliki landasan hukum. Kemudian pandangan BW (Bambang Widjojanto) yang meminta BPK RI mengaudit Investigatif kasus Formula E sebagai langkah untuk menjegal Anies Baswedan juga pandangan yang sesat,” ujar Petrus, Selasa, 24 Januari 2023.
Petrus mengatakan, kalaupun nantinya Anies Baswedan terlibat, maka dengan sendirinya Anies akan terjegal dengan. Karena itu langkah KPK harus dimaknai sebagai upaya untuk melahirkan pimpinan nasional yang bersih dan bebas KKN dan bukan untuk menjegal.
“Kita patut mengapresiasi langkah KPK ini, sebagai terobosan dan harus dibudayakan karena dengan demikian KPK dapat melahirkan pimpinan nasional dan daerah yang bersih dan bebas KKN. KPK sangat berkepentingan dengan misinya untuk melahirkan seorang Pimpinan Nasional dan Kepala Daerah yang bersih dan bebas dari KKN dan itu sah-sah saja karena sesuai dengan tujuan UU Tipikor,” katanya.
Menurut Petrus, KPK sudah melakukan proses penyelidikan yang cukup panjang mengenai dugaan kerugian negara. KPK juga telah menghitung menggunakan auditor internal KPK. Karena itu, kebutuhan penyidikan KPK meminta BPK melakukan Audit Investigatif, tidak lain untuk memastikan berapa angka kerugian negara sebenarnya dan sekaligus melegitimasi penilain tentang kerugian negara dimaksud.
“Atas permintaan KPK tentu saja BPK RI tidak boleh menolak dengan alasan apapun, termasuk alasan independensi BPK sebagaimana didalilkan oleh Soemardjijo. Jika saja BPK menolak melakukan audit Investigatif atau jenis Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT), maka BPK bisa dituntut dengan alasan merintangi, menghalangi dan menggagalkan penyelidikan, penyidikan dan persidangan dugaan tindak pidana korupsi pada Formula E,” katanya.
BPK RI, kata Petrus, bukanlah lembaga satu-satunya dalam melakukan penghitungan kerugian negara, apalagi terkait tindak pidana korupsi. Harus diingat juga tidak semua kerugian negara berasal dari tindak pidana korupsi.
“Karena itu persoalan kerugian negara akibat korupsi, KPK bisa gunakan instrumen Auditor BPK, bisa BPKP bahkan Akuntan Publik lain yang independen,” katanya.
Menurutnya, akan sangat bahaya sekali kalau seluruh kerugian negara akibat korupsi diharapkan penghitungannya hanya pada BPK RI, karena Auditor BPK RI-pun bisa saja ikut melakukan korupsi, sebagaimana selama ini terjadi.
“Jadi apa yang dilakukan KPK dengan meminta Audit Investigatif kepada BPK ini merupakan signyal kuat bahwa KPK sudah mengantongi bukti-bukti korupsi dalam Formula E, baik bukti-bukti pada unsur barang siapa, unsur perbuatan melawan hukum/menyalahgunakan jabatan, unsur kerugian negara, dan unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” katanya.
“Ratio dari pada KPK meminta BPK RI mengaudit melalui metode PDTT atau Audit Investigatif terkait dugaan kerugian negara dalam Formula E, oleh karena dugaan kerugian negara dalam kasus Formula E ini sangat fantastis. Dan publik sangat mendukung adanya permintaan KPK untuk Audit Investigatif ke BPK RI karena dalam kasus ini nama Anies Baswedan disebut-sebut terlibat,” tambahnya.