Jakarta – Ketua ATBI (Asosiasi Tambang Batuan Indonesia) menggelar kegiatan diskusi bertema “Keberlangsungan Masa Depan Tambang Rakyat di Era Presiden Prabowo’’. Diskusi ini berlangsung di Hotel Mulia Senayan, Jakarta Selatan, 23 November 2024.
Ketua Panitia sekaligus Ketua Asosasi Tambang Batuan Indonesia, menjelaskan sejumlah isu yang bakal didiskusikan dalam Diskusi tersebut antara lain, mengatasi hambatan optimalisasi potensi tambang rakyat sebagai salah satu kekuatan ekonomi nasional dengan program formalisasi dan hilirisasi tambang dan program formalisasi dan hilirisasi tambang rakyat sebagai salah satu strategi percepatan pengentasan kemiskinan di Indonesia.
“Tujuan kegiatan Diskusi ini dapat dirumuskan antara lain pemerintah mengetahui potensi tambang rakyat sebagai salah satu kekuatan ekonomi penting. Kedua, pemerintah mengetahui hambatan-hambatan yang masih ada dalam mewujudkan legalisasi dan hilirisasi tambang rakyat. Ketiga, perlunya rencana tindak lanjut (RTL) yang nyata untuk memperbaiki regulasi dan implementasi perizinan tambang rakyat,” jelasnya
Wisnu Salman memaparkan pula latar belakang dunia pertambangan rakyat saat ini. Di mana 90% kegiatan tambang rakyat sampai saat ini belum berizin karena regulasi yang ada masih sangat sulit dan mahal. Kedua, lebih dari 4 juta penambang rakyat perlu pekerjaan yang legal, aman, dan berkelanjutan. Ketiga, produk tambang rakyat berupa emas, perak, timah, batubara, zircon, dan batuan sangat signifikan sebagai bagian dari produk nasional, belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Ketiga, tanpa legalisasi tambang rakyat, kebocoran sumberdaya alam khususnya tambang akan semakin merajalela.
Pemerintah mengantisipasi PETI antara lain dengan regulasi-regulasi atau peraturan sebagai upaya preventif. Sebut saja Undang-Undang No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan yang kemudian dicabut dan diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2020 tentang pertambangan minerba dan Peraturan Pemerintah No. 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Mengacu peraturan-peraturan itu, siapa saja yang melakukan praktik penambangan, baik dari skala kecil maupun skala besar, wajib mendaftarkan diri kepada Kementerian ESDM untuk penerbitan izin.” ujarnya.
PETI tidak menerapkan kaidah pertambangan secara benar (good mining practice), sementara di sisi lain bahan galian bersifat tak terbarukan (nonrenewable resources). Pengusahaannya pun berpotensi merusak lingkungan (potential polluter). Hasilnya adalah berbagai dampak negatif yang tidak saja merugikan pemerintah, tetapi juga masyarakat luas sampai generasi mendatang. Kerusakan lingkungan, pemborosan sumber daya mineral, dan kemerosotan moral merupakan dampak nyata dari adanya PETI. Khusus bagi pemerintah, dampak negatif itu diperburuk pula dengan sejumlah kerugian: kehilangan pendapatan dari pajak dan pungutan lainnya, biaya untuk memperbaiki lingkungan, diskriminasi terhadap otoritas negara, dan hilangnya kepercayaan dari investor asing yang notabene masih menjadi tulang punggung pertumbuhan sektor pertambangan nasional.