Kesuksesan Polisi Tangkap The Family Muslim Cyber Army Diapresiasi

Jakarta – Kesuksesan Polri melalui Tim Gabungan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim dan Direktorat Keamanan Khusus Baintelkam membongkar sindikat The Family MCA harus diapresiasi. The Family MCA (Muslim Cyber Army) diketahui melalui penyelidikan Polri adalah grup yang melempar isu provokatif di media sosial. Konten-konten yang disebarkan antara lain isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), penculikan ulama, pencemaran nama baik Presiden, pemerintah dan tokoh lainnya.

Tim Gabungan Mabes Polri tersebut menangkap sekurangnya 14 orang yang menjadi biang kerok dari grup provokator tersebut. Grup The Family MCA ini diduga mempunyai anggota ratusan ribu yang aktif di media sosial. Penangkapan terakhir yang dilakukan oleh Tim Mabes Polri tersebut dilakukan terhadap Muhammad Luth (40) di Tanjung Priok, Rizky Surya Dharma (35) di Pangkal Pinang, Ramdani Saputra (39) di Bali, Yuspiadin (24) di Sumedang dan Romi Chelsea di Palu.

Terkait dengan hal tersebut, Polda Jawa Barat menyampaikan bahwa isu tentang penyerangan ulama di Jawa Barat didominasi oleh kabar bohong. Dari 15 laporan yang diterima Polda Jabar 13 diantaranya merupakan berita bohong. Dua penyerangan yang benar terjadi menimpa KH Umar Basri dan Ustaz Prawoto. Dari 13 berita bohong tersebut sebagian diproses hukum seperti di Bogor, Garut dan Kuningan.

Selain di Jawa Barat, kabar bohong penyerangan ulama juga terjadi di Kediri Jawa Timur. Isu teror yang menyebutkan adanya penyerangan kepada Kiai di Ponpes AL Falah Ploso Mojo Kediri ternyata bohong. Pihak pondok berhasil membongkar kasus tersebut dengan pelaku Riyantono Gempol, warga Ngawi Jawa Timur. Pelaku akhirnya meminta maaf secara terbuka.

Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan bahwa kinerja Polri mengungkap kelompok ini patut diapresiasi. Keberhasilan Polri ini membuktikan bahwa berita tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI terbukti didominasi oleh berita bohong alias HOAX.

“Pembongkaran yang dilakukan oleh Polri tersebut justru membuktikan bahwa terjadi penyebaran kebohongan terkait penyerangan ulama, dan isu kebangkitan komunis, dengan memanfaatkan peristiwa penyerangan ulama yang terpisah dan berdiri sendiri,” ujarnya di Jakarta, Selasa (27/2/2018).

Menurut dia, analisis bahwa kasus-kasus yang terjadi, termasuk kekerasan di Gereja St Lidwina, adalah kasus terpisah, namun dimanfaatkan isunya dan dibesar-besarkan menjadi propaganda dalam satu framing politik menjadi akurat.

“Kinerja Polri ini sekaligus bisa menghentikan keresahan masyarakat terkait beredarnya isu penyerangan tokoh agama dan kebangkitan Partai Komunis Indonesia,” kata Stanislaus.

Lebih lanjut, Stanislaus mengatakan kelompok atau pihak-pihak tertentu yang mempunyai kepentingan politik di 2018 dan 2019 ini diduga menggunakan cara-cara yang sangat tidak terpuji untuk membuat masyarakat menjadi resah sehingga menurunkan kepercayaannya terhadap pemerintah.

“Bukti dari hal tersebut adalah adanya konten-konten yang diproduksi oleh The Family MCA yang mencemarkan nama baik presiden dan pemerintah. Hal tersebut sekaligus dapat membuka pandangan masyarakat bahwa ada pihak-pihak yang sengaja dengan cara-cara kotor ingin menjatuhkan pemerintah,” pungkas alumnus Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia ini.

 

Pos terkait