JAKARTA – Dua Puluh tahun yang lalu, tepatnya pada Februari – April 1998, puluhan aktivis mahasiswa hilang satu per satu. Sebagian dari mereka kembali, sebagian yang lain tidak ditemukan hingga hari ini, alias hilang.
Peristiwa hilangnya aktivis mahasiswa, yang kemudian disebut sebagai insiden penghilangan dan penculikan paksa tersebut, terjadi pada masa pemilihan presiden Republik Indonesia periode 1998-2003.
Pada masa itu, terdapat dua agenda politik besar yang sedang digelar di tanah air, yakni Pemilihan Umum 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada bulan Maret 1998. Siapa calon terkuat presiden RI saat itu? Suharto tentu saja.
Siapa bertanggungjawab terhadap penculikan puluhan aktivis ini?
Menurut laporan tim ad hoc Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Penghilangan Orang Secara Paksa (PPOSP) periode 1997-1998, Tim Mawar adalah yang paling bertanggungjawab atas peristiwa penculikan puluhan aktivis ini.
Tim Mawar merupakan sebuah tim yang dibentuk dibawah Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berdasar perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto.
Momentum 10 Desember sebagai peringatan hari Ham sedunia, ratusan massa dari kalangan mahasiswa dan pemuda tergabung dalam Aliansi Mahasiswa & Pemuda (AMP) Indonesia Menolak Lupa menggelar aksi Tabur Bunga dan Doa bersama di depan Kantor Komnas Ham, Jalan Latuharhari Menteng Jakarta Pusat, Rabu (12/12/2018).
Mereka mempertanyakan progres pemanggilan aktor kunci peristiwa kerusuhan 1997-1998 yang menewaskan banyak korban Mahasiswa, yakni Prabowo Subianto.
“Jangan lupakan sejarah masa lalu, bongkar kasus yang belum terkuak di 98. Komnas Ham kapan panggil dan periksa Prabowo Subianto,” tegas Koordinator AMP Indonesia Menolak Lupa Fadly saat berorasi.
Lebih lanjut, Fadly mengaku pemanggilan mantan Danjen Kopassus itu dinilai sangat penting guna mencari benang merah peristiwa 98 yang masih menyimpan segudang rahasia.
“Benang merah masih kusut, pemanggilan Prabowo dalam kerusuhan Mei sangat penting sekali. Komnas Ham sudah sejauh mana melakukan penyelidikan, 20 tahun kemana aja kok Prabowo gak dipanggil-panggil,” jelas Fadly.
“Seret pelaku dan dalang pelanggaran HAM masa lalu ke Pengadilan. Jangan biarkan keluarga korban memperjuangkan kasus pelanggaran ham masa lalunya sendirian. Seret pelaku ke Pengadilan Ham ad hoc sesuai UU yang berlaku,” tutur Fadly lagi.
Massa aksi juga mempertanyakan alasan dokumen kasus pelanggaran HAM khususnya pelanggaran HAM berat tahu 1997-1998 yang diajukan Komnas HAM selalu ditolak oleh Kejaksaan Agung. Apalagi alasan penolakan yang diterimanya lantaran berkas Komnas HAM masih banyak persoalan, salah satunya adalah kejelasan dokumen pemanggilan Prabowo Subianto.
“Tunjukkan kalau Komnas Ham punya taring, panggil Prabowo,” terang dia.
Maka itu, Fadly mendesak agar upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat tersebut segera dituntaskan agar tidak berlarut-larut. Dia juga tidak ingin nama Prabowo menjadi tersandera dengan penuntasan kasus yang belum jelas.
“Komnas Ham jangan gantung Prabowo. Bekerja keras lah jangan makan gaji buta selesaikan masalah ini dengan cepat. Label pelanggar ham pastinya sangat risih, makanya segera panggil Prabowo,” imbuh Fadly.
Selain itu, mereka menyerukan kepada penguasa maupun para elit politik ikut mendorong menyelesaikan kasus tersebut hingga terang benderang.
“Elit politik bantu para keluarga korban tragedi 98 yang mencari keadilan, tuntaskan pelanggaran ham masa lalu,” pungkas Fadly.
Sementara itu, staf Pengaduan Komnas Ham Popi menegaskan pihaknya hingga saat ini sudsh mengumpulkan data-data terkait insiden itu dan sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan atas pelanggaran berat tersebut. Hasil investigasi atas peristiwa tersebut juga sudah mereka kantongi.
“Kami menunggu hasil dari Kejaksaan Agung atas hasil koordinasi yang sudah dibangun. Tim khusus sudah menanganinya,” pungkasnya.