JAKARTA – Kasus dugaan penganiayaan sarang burung walet oleh Novel Baswedan di Bengkulu terus bergulir meski sidang putusan kasus penyiraman Novel sudah ketok palu.
Dewan Pakar PKPI Teddy Gusnaidi mempertanyakan nyali Novel Baswedan yang menghilang didalam menghadapi kasus sarang burung walet. Hal itu bertolak belakang di kasus penyiraman yang dialami Novel.
“Ini menjadi pertanyaan kenapa sikap dia berbeda pada kasus yang satu dengan yang lainnya padahal posisinya sama posisi merasa dizolimi. Merasa ada ketidakadilan pada dirinya, ini menjadi pertanyaan pada kita semua silahkan dinilai apakah nyali Novel Baswedan hilang didalam kasus sarang burung walet,” tegas Teddy.
Hal itu mengemuka dalam diskusi umum virtual “Menyoal Penerapan Hukum Kasus Penganiayaan Novel Baswedan “Sarang Burung Walet di Bengkulu” di Mie Atjeh Cikini Menteng Jakpus, Minggu (26/7/2020).
Seharusnya, lanjut Teddy, Novel melakukan hal yang sama pada kasus sarang burung walet lantaran dia merasa ada ketidakadilan. Yakni meminta adanya tim pencari fakta didalam kasus sarang burung walet, seperti Novel yang ngotot di kasus penyiramanm
“Perasaan yang sama pada dua kasus ini dirasakan oleh Novel pada kasus penyiraman air keras dia merasa tidak adil sehingga dia meminta ada tim pencari fakta, walaupun memang membuktikan kecurigaan itu tidak mendasar. Seharusnya ada kasus yang serupa dengan sarang burung walet merasa ada ketidakadilan terhadap dirinya harusnya dia melakukan hal yang sama pada dirinya juga,” paparnya.
Kata Teddy, perasaan yang sama tapi tindakan yang berbeda yang dilakukan oleh Novel tidak punya nyali untuk bersikap pada kasus sebelumnya. Padahal sama-sama dia merasa dia dizolimi.
“Kenapa ? Itu pertanyaan apakah dia bersalah dikasus sarang burung walet? apakah benar dia pelakunya? Apakah benar dia membunuh para korban itu?,” jelasnya.
Sementara itu, Praktisi Hukum Muannas Alaidid menuturkan dalam perkara sarang walet yang melibatkan dirinya karena pendapat Novel soal tuduhan sandiwara ini hanyalah opini. Faktanya 2 pelaku sudah dinyatakan terbukti sadar menyakinkan besar oleh Pengadilan, sudah ada fakta hukum dan putusan Pengadilan terhadap pelaku.
Namun, Novel malah curiga disebut sebagai sandiwara.
“Ini juga sikap yang sama terhadap putusan praperadilan yang meminta dia juga sebagai pelaku kasus yang disidangkan dalam kasus sarang walet, itu juga sama dicurigai. Meski undang-undang memerintahkan putusan itu wajib dilakukan dan ini sebetulnya menyesatkan publik,” tutur Muannas.
Dikatakan Muannas, tuduhan sandiwara yang tepat itu justru sikap dia terhadap kasus sarang walet yang pura-pura tidak paham terhadap kewajiban dalam menjalankan putisan praperadilan dalam dirinya.
“Hadapi kasusnya, jangan-jangan ada sandiwara dengan Kejaksaan sampai begitu berat kasus yang disidangkan meski sudah ada putusan Pengadilan. Kalau dia dianiaya saja dan berhak mendapat keadilan, masa orang lain di aniaya sampai kehilangan nyawa tidak ada keadilan,” sebut Muannas.
Dijelaskan Muannas, Novel mengintervensi proses hukum diwilayah penyidikan dan penuntutan apalagi soal putusan hakim. Ini merupakan wilayah yudikatif yang memiliki prinsip kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka, tidak boleh di intervensi oleh siapapun.
“Tuntutan rendah saat itu dia dianggap salah, dikecam sedemikian rupa, putusan hari ini yang lebih tinggi dari tuntutan juga dianggap salah. Jelas sekali ini tidak ingin dilakukan oleh penegak hukum, tapi justru sebaliknya memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan lain apalagi dengan membawa-bawa nama Presiden,” terang Muannas.
Ia melanjutkan jika Novel mau menuntut terus dengan menarik Presiden untuk ikut campur dalam menentukan proses hukum tiap perkaranya, maka sebetulnya dia ingin mendorong Presiden melanggar konstitusi, karena menempatkan kekuasaan diatas hukum.
“Persis seperti masa orde baru dan ini politis. Novel yang selalu bicara dan menuntut terus soal penegakan hukum ini malah bersikap lain atas putusan praperadilan yang meminta perkaranya segera disidangkan dan melibatkan dirinya sebagai pelaku penganiaya dan pembunuhan kasus sarang walet,” pungkas Muannas.