Cianjur – Keluarga besar Pondok Pesantren (Ponpes) Ar-Rasyidin Fill Barkah menolak aksi-aksi paham atau aliran radikalisme dan intoleran, yang bukan bagian dari ajaran Islam. Tapi sempalan- sempalan menyimpang ajaran sebenarnya.
Hal tersebut disampaikan, saat penyampaian “Tausyiah”, oleh Pimpinan Ponpes Kh Syafrudin, di aula Ponpes Ar-Rasyidin Fill Barkah, Desa Mekarsari, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Sabtu (27/2/2021).
“Kami menolak terhadap paham radikal, yang mengancam kedaulatan NKRI dan dapat menimbulkan perpecahan
antara umat Islam, khususnya di Cianjur,” tegasnya.
Ia menyayangkan, masih ada orang-orang yang suka mengikuti aliran-aliran yang sesat dan mebahayakan tatanan kehidupan beragama, berbangsa, bernegara serta bermasyarakat. Nyata-nyatanya mereka (oknum) merusak, tidak sesuai dengan ajaran Islam.
“Ya, tidak sesuai dengan syariat ajaran-ajaran Islam dan itu perlu diwaspadai,” ujar Kh. Syafrudin, diamini ustad Aminudin.
Masih lanjutnya, cara menanggulangi adalah bersama harus benar-benar mendalami tentang ajaran Islam yang sebenarnya.
“Islam yang dikembangkan di Indonesia yang dibawa oleh para Wali Songo yang sesuai dengan ayat Al-Quran “Umata Wasaton” Islam yang moderat,” jelas.
Sudah sangat sering sekali, Kh. Syafrudin menyampaikan kepada santri santriwati untuk mengajak, menelaah agar menghindari dari hal-hal yang berbau radikal.
“Karena banyak sekali dikalangan umat Islam yang berhaluan keras atau radikal (extrem),” pungkasnya.
Sementara itu, Rangga Sudarwan Saputra (26) salah seorang guru di Ar-Rasyidin Fill Barkah mengatakan, radikalisme adalah salah satu masalah dihadapi banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia.
“Terutama dalam konteks politik, dikaitkan dengan pandangan ekstrem dan keinginan untuk perubahan sosial yang cepat,” terangnya.
Ia menolak keras adanya radikalisme yang memecah belahkan Agama Islam. Kenapa demikian? Karena radikalisme sebuah ajaran tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, dimana agama Islan merupakan agama Rahmatan Lil ‘alamin, selain itu radikalisme juga tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
“Tanpa ada kekerasan, lebih baik kita merangkul bukan memukul,” bilang Rangga.
Rangga menyambungkan, radikalisme diartikan sebagai paham aliran menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial, dan dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.
Menurut Rubaidi (2007), jelasnya, radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan berusaha merombak secara total tatanan sosial, dan politik yang ada dengan jalan menggunakan kekerasan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu paham dibuat oleh sekelompok aliran menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial atau politik secara drastis.
“Ya, dengan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai perubahan kondisi politik,” tutupnya.