JATIM – COVID-19 merupakan sebuah penyakit yang pertama kali dideteksi berada di Kota Wuhan China pada tahun 2019. Saat ini, Corona atau COVID-19 sudah bukan kata yang asing di telinga masayarakat Indonesia. Coronavirus Disease 2019 menjadi topik yang selalu hangat untuk diperbincangkan. Tidak heran jika seluruh media memuat COVID-19 dalam setiap beritanya. Banyaknya korban berjatuhan menyebabkan berita tentang COVID-19 menyebar dengan cepat. Media selalu memberi berita ter-update tentang Virus Corona.
Media as a window, yaitu sebagai sarana untuk memberi kabar tentang hal-hal yang terjadi di luar rumah. Dari fungsi tersebut, menurut Leonardo Hendriansyah selaku Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang, media seharusnya memberi kabar yang sesuai dengan kejadian di lapangan. Sejauh ini, media memang sudah meminimalisasi terkait berita hoax.
“Namun, tetap saja ada oknum-oknum yang menyebar hoax untuk menakuti masyarakat dan memperkeruh suasana,” tuturnya, hari ini.
Pada awal pandemi, diakui banyak media yang memberitakan COVID-19 secara ngawur tanpa memperhatikan keakuratan informasi. Selain tidak akurat, berita yang disampaikan juga tidak lengkap dan cenderung mengandung judul yang clickbait. Berita semacam inilah yang tujuannya hanya untuk menakuti masyarakat. Media-media seperti ini sering membuat masyarakat bingung, cemas, dan panik karena berita yang tidak berbobot dan tingkat edukasi yang rendah.
“Di sinilah media mulai berperan,” sebutnya.
Dikatakannya, sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat, tentu media mempunyai peran yang sangat penting. Di samping menyampaikan berita yang benar, media juga harus bisa memilah berita mana yang berhak dan tidak berhak disampaikan kepada masyarakat. Namun, perlu diingat kalau masyarakat juga berhak untuk mengetahui kondisi sebenarnya yang sedang terjadi. Maka dari itu, perlu adanya transparansi data dari pemerintah. Setelah mendapatkan data, media harus bisa mengemas dengan cukup baik agar berita tersebut dapat diterima oleh masyarakat.
“Saat terjadi pandemi ini, perilaku masyarakat perlahan mulai berubah. Masyarakat cenderung mengkonsumsi informasi tentang COVID-19. Selain memberi informasi, media juga berperan sebagai penggiring opini dan perilaku publik. Media bisa membuat masyarakat sadar tentang kondisi di kala pandemi. Selain itu, media juga menyampaikan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 seperti, menjalani pola hidup sehat, stay at home, physical distancing, dan lain-lain,” paparnya.
Sebagai sarana edukasi, lanjutnya, media dapat menumbuhkan awareness kepada masyarakat tentang pola penyebaran COVID-19, protokol kesehatan, metode test, dan sebagainya. Tak hanya itu, media juga bisa memberikan motivasi kepada masyarakat supaya tetap waspada dan menahan diri dari segala aktivitas untuk memutus rantai penyebaran COVID-19. Tidak lupa, media juga harus bersikap netral alias tidak memberi berita yang memguntungkan satu pihak saja. Media harus bisa memberi pandangan dari berbagai sudut dan perspektif yang berbeda agar menghasilkan berita yang seimbang dan berkualitas.
“Melalui fungsi edukatif, media harus bisa menetralisasi keadaan tanpa menciptakan kepanikan dan ketakutan publik lewat berita yang disebarkan,” ujarnya.
Disebutkannya, media juga bisa menyampaikan informasi cerdas yang bisa membuat masyarakat berpikir dan melakukan hal yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan. Selain itu, menyebarkan informasi pribadi/ data pasien yang positif dapat menimbulkan stigma. Peredaman stigma negatif tersebut harus bisa dilakukan oleh media dengan cara menyampaikan berita yang berimbang dan memilah info yang akan disampaikan.
“Media harus bisa menjadi pihak yang dapat mempengaruhi publik dengan tetap menjadi netral dan menyampaikan berita yang terpercaya,” pungkasnya.