Dukung UU Cipta Kerja, Pengamat: Mendukung Fleksibilitas Tenaga Kerja

Jakarta – Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Tadjudin Effendi menilai Undang-Undang Cipta Kerja dapat menciptakan fleksibilitas pasar tenaga kerja.

“UU Cipta kerja memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan jam kerja dengan kebutuhan produksi dan permintaan pasar. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan,” ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional di Jakarta.

Bacaan Lainnya

Ia mengemukakan beberapa pasal dalam UU itu yang dapat mendukung fleksibilitas pasar kerja antara lain pasal 57-58 Bab II, pasal 151-160, dan pasal 59-66. Pasal 59-66 misalnya, mengatur ketentuan mengenai jam kerja yang fleksibel.

Demikian halnya dengan penggunaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang tercantum dalam pasal 57-58 dan kemudahan pemutusan hubungan kerja dalam pasal 151-160.

“Pasal ini dapat mengakomodasi kebutuhan perusahaan dalam menghadapi fluktuasi permintaan pasar dan memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk menyesuaikan tenaga kerjanya dengan kebutuhan pasar,” paparnya.

Kendati demikian, Prof Tadjudin memberikan catatan bahwa UU Cipta Kerja belum optimal mengakomodasi kepentingan pekerja-pekerja informal.

“Misalnya ojek, mereka yang bekerja secara daring dan banyak juga pekerja-pekerja bebas lainnya yang berkembang dengan pesat. Sayangnya ini belum masuk di dalam UU Cipta Kerja, terutama yang berkaitan dengan jaminan sosial dan lain sebagainya,” tuturnya.

Ia meminta pemerintah agar memperhatikan juga kepentingan pekerja informal sehingga UU Cipta berkeadilan bagi semua pihak.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemnaker Surya Lukita mengatakan pekerja informal atau pekerja dengan platform digital isunya masih menjadi pembahasan di seluruh dunia.

Bahkan pada forum G20, lanjut dia, tema melindungi pekerja di platform digital ikut diangkat.

“Isunya adalah mereka ini bukan hubungan kerja dengan aplikator, tetapi kemitraan. Kami masih merumuskan, bukan hanya di Indonesia saja, bagaimana mengatur hubungan pekerja dengan digital platform,” katanya.

Dalam menyusun UU Cipta Kerja, ia menambahkan pemerintah mengusung semangat dalam tiga aspek penting, yakni melindungi tenaga kerja, melindungi mereka yang belum bekerja, dan mempermudah investasi.

Pos terkait