Kaltara – Dalam menghadapi pesta pemilu yang akan datang pada tahun 2024, masyarakat Provinsi Kaltara diingatkan untuk memegang teguh ideologi yakni Pancasila guna menghindari politik praktis dan politik identitas yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pancasila adalah sebagai dasar negara dan ideologi yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memiliki prinsip-prinsip yang kuat dalam membangun masyarakat yang adil, demokratis, dan berkeadilan sosial. Dalam konteks pemilu, memegang teguh ideologi Pancasila berarti memprioritaskan pemilihan pemimpin yang berkomitmen untuk menjalankan nilai-nilai Pancasila dalam kebijakan publik.
“Kita dapat membayangkan masyarakat yang sadar akan pentingnya menjaga ideologi Pancasila dalam proses pemilu. Mereka menyadari bahwa politik praktis, yang sering kali dipenuhi dengan upaya memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok, dapat merusak integritas demokrasi dan mengabaikan kepentingan masyarakat secara luas.” tegas Syamsi Sarman, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara)..
“Begitu pula dengan politik identitas, yang memperkuat perbedaan dan memecah-belah masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, yang berpotensi menyebabkan konflik dan ketegangan sosial.” sambungnya.
Syamsi juga mengimbau masyarakat yang memegang teguh ideologi Pancasila dalam menghadapi pemilu tahun 2024 mendatang, berkomitmen untuk mengedepankan kualitas dan integritas calon pemimpin. Mereka harus
melihat bahwa penting untuk memilih pemimpin yang mampu menghargai keragaman dan mempersatukan bangsa, serta berkomitmen untuk mewujudkan prinsip-prinsip Pancasila dalam kebijakan publik.
“Mereka menghindari jebakan politik identitas dan berfokus pada visi, misi, serta rekam jejak calon pemimpin yang berpihak pada kepentingan bersama.” bebernya.
Dalam menjalankan hak suara, masyarakat yang memegang teguh ideologi Pancasila berusaha memahami dan meneliti calon pemimpin dengan cermat. Mereka melibatkan diri dalam diskusi publik, mengikuti debat politik, dan mencari informasi yang akurat tentang calon pemimpin. Syamsi menilai, masyarakat inilah yang mengutamakan pemilihan berdasarkan kompetensi, integritas, dan visi yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, daripada terjebak dalam penilaian yang sempit berdasarkan identitas atau kesukuan.
“Dalam menghadapi pemilu 2024 nanti tensi politik di tanah air termasuk di Provinsi Kaltara dipastikan memanas hal ini diakibatkan perbedaan pandangan politok bahkan perbedaan dalam menentukan pilihan masing-masing.” ungkapnya.
Meski demikian Majelis Ulama Indonesia/MUI Kaltara menghimbau agar perbedaan politik maupun pilihan yang terjadi nanti tidak memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Syamsi Sarman bahkan menegaskan guna menghindari terjadinya politik praktis seluruh yang terlibat dalam pemilu nanti terutama masyarakat dan tokoh-tokoh politik tidak melakukan politik praktis.
“Selain itu diharapkan saat kampanye nanti tidak membawa nama agama ataupun melakukan kegiatan politik dirumah-rumah ibadah.” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar perbedaan yang terjadi nanti saat pemilu semestinya tidak dijadikan masalah.
“Perbedaan pun terbukti dapat kita atasi bersama dengan baik seperti halnya perbedaan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.” pungkasnya.