Mengancam Independensi Hukum Indonesia, Pegiat Medsos Minta UU Kejaksaan Direvisi

Jakarta – Pegiat media sosial sekaligus pendiri Malaka Project Ferry Irwandi mengkritik Revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021.

Dia menganggap UU Kejaksaan memunculkan kekhawatiran besar terhadap independensi hukum di Indonesia.

Bacaan Lainnya

Salah satu sorotan utama adalah pasal yang mengatur bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, hingga penahanan terhadap seorang jaksa hanya dapat dilakukan dengan izin Jaksa Agung.

Ketentuan ini dinilai memberikan imunitas yang berpotensi mengancam keadilan dan supremasi hukum.

“Kita berbicara tentang sebuah lembaga yang semakin hari semakin overpower. Dengan ketentuan bahwa jaksa hanya dapat diproses hukum atas izin Jaksa Agung, ini memberikan hak imunitas yang sangat berbahaya,” ujar Ferry dalam keterangannya, Rabu (29/1).

Menurut dia, imunitas ini sebenarnya dapat diterima jika tujuannya untuk melindungi jaksa yang menjalankan tugasnya secara profesional.

Namun, bagaimana jika pelanggaran hukum dilakukan jaksa di luar tugas tersebut.

“Ini yang menjadi masalah. Tidak ada mekanisme yang jelas untuk menangani jaksa yang terlibat tindak pidana di luar tugasnya,” kata dia.

Kasus-kasus sebelumnya telah membuktikan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

Ferry menyebutkan contoh kasus jaksa yang memeras terdakwa di Kejaksaan Negeri Batubara, Sumatera Utara, di mana hukuman hanya berupa mutasi tanpa konsekuensi pidana.

Belum lagi vonis ringan Jaksa Pinangki dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan internal belum mampu menegakkan keadilan.

“Ketika sebuah institusi memiliki hak imunitas yang terlalu besar tanpa pengawasan yang memadai, risiko manipulasi, korupsi, dan tirani semakin besar,” tuturnya.

“Tanpa check and balance yang jelas, Kejaksaan bisa berubah menjadi lembaga super body yang tidak terkendali, dan ini akan sangat berbahaya bagi negara demokratis kita,” lanjut Ferry.

Pendiri Malaka Project itu juga menyoroti revisi Undang-Undang Kejaksaan tahun 2021 sebagai momen krusial di mana kekuasaan Kejaksaan justru semakin bertambah.

Dia menilai beberapa pasal, termasuk Pasal 8 Ayat 5, sangat problematik.

“Kalau KPK atau Polri ingin memproses seorang jaksa, harus ada persetujuan Jaksa Agung. Ini berarti, seorang jaksa yang melanggar hukum berpotensi dilindungi oleh sistem yang ada,” ucapnya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pria kelahiran Jambi itu menyerukan perlunya revisi Undang-Undang Kejaksaan secara mendalam.

Dia menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang kuat untuk menjaga keseimbangan kekuasaan di tubuh Kejaksaan.

“Revisi undang-undang ini harus menjadi prioritas untuk melindungi keadilan dan kepentingan publik,” tambah Ferry.

Pos terkait