Jakarta – Tahun 2025 memiliki catatan tersendiri bagi pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), mendekati penghujung tahun bahkan catatan kelam sempat tertoreh dan menjadi titik tolak bagi Polri untuk kembali berbenah memperbaiki diri. Seperti yang disampaikan oleh Peneliti Utama Poltracking Indonesia Masduri Amrawi.
Satu tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam kaitannya dengan bidang penegakan hukum, pada survei yang pernah dilakukan Poltracking Indonesia ada catatan khusus terkait bidang penegakan hukum yang terjadi di Indonesia, khususnya yang terjadi di akhir Agustus 2025. Terdapat catatan khusus bagi Pemerintahan Probowo-Gibran dimana ada banyak aspirasi yang menjadi perhatian masyarakat luas dengan salahsatu pemantik isunya adalah saat eskalasi demonstrasi semakin besar diwarnai dengan tindakan yang dilakukan oleh kepolisian dan waktu itu menjadi garis besar.
Kondisi ini tentu mengharuskan jajaran Kepolisian untuk melakukan evaluasi dan perbaikan dalam penanganan kegiatan menjaga ketertiban masyarakat.
“Artinya ini menjadi catatan penting untuk Kapolri dan Kepolisian kedepan untuk lebih melakukan pendekatan dengan cara-cara yang lebih persuasif dan tidak melibatkan kekerasan dalam proses menjaga ketertiban ataupun proses penegakan hukum lainnya yang berkaitan dengan kepolisian”, ujar Masduri.
Ia juga menyatakan bahwa ide untuk melakukan transformasi reformasi kepolisian yang sedang gencar diupayakan Polri adalah sesuatu yang sangat baik, tinggal nanti apakah yang menjadi wacana rencana proses reformasi itu benar-benar menjadi bahan idealisasi dari proses diskusi perencanaan itu dieksekusi secara matang. Sehingga kemudian implementasinya atau pelaksanaannya menjadi baik untuk kepolisian di Republik Indonesia.
Masduri menilai proses reformasi yang dilakukan Polri sangat bagus karena untuk perbaikan. Dan tentu saja apa yang menjadi evaluasi, masukan dan catatan itu menurutnya benar-benar harus menjadi suatu perbaikan. Apapun yang dilakukan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan banyak aspek untuk kepolisian, langkah itu merupakan hal yang sangat baik. Karena bagaimanapun kepolisian adalah penjaga ketertiban yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Sehingga aspek-aspek kerja kepolisian tentu akan bersinggungan dengan rakyat. Yang paling penting dan mendasar adalah adanya itikad baik untuk melakukan perbaikan didalam institusi kepolisian meski belum semuanya. Masduri pun berharap tim reformasi Polri dapat menangkap aspirasi dengan baik dari masyarakat.
“Mudah-mudahan tim reformasi Polri dapat menangkap aspirasi dengan baik dari masyarakat. Poltracking mendukung penuh proses transformasi reformasi Polri yang tengah dilakukan. Apapun itu, asalkan untuk perbaikan, Poltracking sangat mendukung”, tegas Masduri.
Dalam evaluasi satu tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, belum lama ini Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda pernah menyampaikan bahwa Pemerintahan yang kuat membutuhkan mekanisme pengawasan yang efektif, termasuk fungsi kontrol dari oposisi yang sehat dan konstruktif.
Menurut Hanta dari survei yang dilakukan diketahui bahwa tingkat kepuasan responden terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 78,1% sedangkan yang tidak puas mencapai 19,3% dan 2,6% tidak tahu/tidak menjawab. Alasan yang dipilih bagi responden yang menjawab puas diantaranya kepemimpinan yang tegas dan berwibawa, bantuan pemerintah yang tepat sasaran, program makan bergizi gratis, pencegahan/pemberantasan korupsi, kinerja yang terbukti dan terjaminnya layanan kesehatan.
Sementara alasan yang dipilih bagi responden yang menjawab tidak puas diantaranya ekonomi yang belum stabil, bantuan tidak tepat sasaran, kasus korupsi, harga kebutuhan pokok mahal dan kurangnya lapangan pekerjaan. Survei Poltracking Indonesia tersebut dilakukan pada tanggal 3-10 Oktober 2025 dengan melibatkan 1.220 responden. Wawancara survei dilakukan secara tatap muka. Metode sampel menggunakan multistage random sampilng. Margin of Error survei 2,9% pada tingkat kepercayaan 95%.
“Pemerintahan yang kuat membutuhkan mekanisme pengawasan yang efektif, termasuk fungsi kontrol dari oposisi yang sehat dan konsturktif, dengan pandangan bahwa peran oposisi yang dapat diwujudkan melalui fungsi legislatif di DPR sangat penting untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan mencegah kekuasaan yang absolut atau otoriter”, ujar Hanta.
Lebih lanjut untuk prediksi peta politik pada tahun 2026, Poltracking melihat pada konstelasi politik 2026 yang menurut peneliti utama Poltracking Indonesia Masduri Amrawi tidak terlalu jauh berbeda dengan perpolitikan yang terjadi ditahun 2025. Konstelasi politik menurutnya masih belum terlalu hangat, meski dinamika politik tetap ada. Tapi masih belum signifikan sebab masih jauh untuk 2029 (pilpres). Perhatian partai-partai politik (parpol) lebih fokus pada urusan internal partai ketimbang presiden. Artinya harus ada keselarasan, termasuk adanya oposisi sebagai penyeimbang kekuasaan yang ada.
“Karena 2029 masih cukup jauh, jadi dinamika kalkulasi politik itu meski poros besarnya sekarang ada di Presiden dengan partai Gerindra sebagai pemegang kekuasaan nasional, tapi perhatian parpol atau politik tentu lebih banyak pada partai ketimbang presiden. Artinya harus selaras, meskipun kita berharap ada oposisi sebagai pengimbang kekuasaan Prabowo-Gibran”, ujar Masduri.
