Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia Pesantren merupakan bagian tak terpisahkan dari dinamika berbangsa dan bernegara. Kyai sebagai tokoh sentral mewakili Lembaga pesantren banyak berperan dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan, dan ini terjadi secara masif hampir di setiap daerah tanpa ada sekat kesukuan ataupun entitas primordial lainnya.
Narasi mengenai peran pesantren (baca-Kyai) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah sepi dengan berbagai konteks sosial yang berbeda pada tiap zamanya. Masa sebelum kemerdekaan ada tokoh heroik di Tatar Sunda KH. Zainal Musthafa dalam Perang Sukamanah 25 Februari 1944 menentang penjajah Jepang.
Hadratussyaikh KH Hayim As’ari merupakan tokoh sentral yang mengumandangkan RESOLUSI ZIHAD 22 Oktober 1945 melawan penjajahan jepang dan belanda yang kembali ingin menjajah Indonesia dengan membonceng NICA.
Sejarah mencatat, hanya kalangan pesantren yang tidak mudah tunduk di tangan penjajah. Dengan peran kulturalnya, pesantren menunjukkan eksistensi tidak hanya menjadi tempat menempa ilmu agama, tetapi juga menjadi wadah pergerakan nasional, hingga akhirnya bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan. Pesantren selalu tampil terdepan dengan para santrinya ketika Negara dalam ancaman, tidak diragukan lagi kegigihan para santri nusantara dalam melawan penjajah.
Dalam menentukan pondasi bernegara tokoh ulama juga berperan sentral merumuskan Pancasila. Dari 68 anggota BPUPKI dalam tim Sembilan empat orang diantaranya tokoh ulama; Haji Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso (PSII), KH Abdul Wahid Hasyim (NU), dan KH Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah). Meskipun terjadi perdebatan panjang, pada akhirnya, tercapai kompromi yang terwujud dalam Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Kemudian, teks dokumen itu menjadi mukadimah konstitusi yang diajukan BPUPKI pada 11 Juli 1945. Keberpihakan pesantren terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara melalui keterwakilan ulama pada Lembaga BPUPKI diuji dengan kompromi merubah sila pertama Pancasila. Perubahan ada pada kata-kata “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Meskipun menimbulkan kekecewaan di kalangan wakil umat Islam, namun atas nama kesatuan bangsa semua bisa menerima dengan baik.
Di awal orde baru, perdebatan ihwal asas tunggal bernama Pancasila menguras energi sangat besar bagi umat Islam Indonesia. Kebekuan antara kelompok Islam dan negara berlanjut tanpa solusi yang jelas. Semua saling mengklaim paling benar, titik temu sulit didapatkan. Di sinilah, spirit keulamaan seperti KH R As’ad Syamsul Arifin berperan sangat penting. Awal tahun 1980-an, KH R As’ad Syamsul Arifin mencairkan kebekuan itu semua. Tangan dinginnya mampu menjadi titik temu antara kelompok Islam dan negara, sehingga semua saling bersama-sama untuk merajut persaudaraan demi Indonesia tercinta.
Saat ini NKRI sedang menghadapi ancaman berat, Pancasila sebagai ideologi dan pandangan bangsa Indonesia tidak lepas dari rongrongan sekelompok orang yang ingin mengganti dengan idiologi lain seperti ideologi liberal, komunis, dan khilafah. Mereka kurang memahami bahwa perumusan Pancasila bukan hanya hasil buah pikiran manusia melainkan juga merupakan anugerah dari Allah SWT. Ideologi Pancasila ada dalam segala lini kehidupan masyarakat dan bangsa serta sudah semestinya ideologi Pancasila ini diwujudkan dalam kehidupan masyarakat yang beragam baik suku, ras, agama, dan lain sebagainya di negeri ini. Sebagai Falsafah Negara tentu Pancasila sudah tentu memuat prisip dan kaedah negara yang penting serta istimewa bagi rakyat dalam hidup bernegara.
Presiden melalui perpres No 7 Tahun 2018 membentuk Badan Pembinaan Idiologi Pancasila dengan mempertimbangkan bahwa dalam rangka menegakkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila perlu dilakukan pembinaan Ideotogi Pancasila melalui program yang disusun secara terencana, sistematis, dan terpadu sehingga menjadi panduan bagi seluruh penyelenggara negara, komponen bangsa, dan warga negara Indonesia. Pesantren tentunya dengan segala kemampuan akan selalu berusaha mengawal dan membantu BPIP memperkuat Pancasila sebagai Idiologi Negara dan senantiasa menjaga keutuhan NKRI. Karena sejatinya nilai-nilai luhur Pancasila dan semangat menjaga keutuhan NKRI sudah lebih lama tinggal di pesantren. Bahkan jauh sebelum negara ini berdiri.
Peran Pesantren sangat siginifikan dalam menegaskan Pancasila sebagai dasar negara, serta menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan berorganisasi. Kyai yang seringkali identik dengan masyarakat tradisional ternyata memiliki jiwa dan semangat kebangsaan yang tidak ada taranya. Ini berangkat dari sebuah kesadaran sejarah bahwa gerak langkah ulama dan santri tak pernah surut dalam membela dan menjaga NKRI. Sejak sebelum kemerdekaan, peran ulama’ sangat nyata dan terasa.
Pondok Pesantren dimanapun berada, pasti memiliki keyakinan sebagai pilar penjaga NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. Ponpes dan Indonesia adalah satu jiwa. Keberadaan dan sinergi, antara keduanya adalah manunggal, tak terpisahkan.
Pondok Pesantren Riyadussalikin merupakan salah satu dari sekian ribu Lembaga pesantren di Nusantara yang berkomitmen menjaga dan memperkuat nilai-nilai kebangsaan, menanamkan sikap nasionalisme mengawal Pancasila sebagai idiologi berbangsa dan bernegara. Salah satunya dengan mendirikan SMP DHARMA KSATRIA dan SMA KSATRIA NUSANTARA. Sekolah berupaya menciptakan generasi muda calon pemimpin bangsa yang berkualitas, berahlak mulia, dan berkarakter serta memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang di padukan dengan pendidikan pesantren. Pendidikan yang memadukan karakter Islam yang berwawasan kebangsaan.
Hari ini Bersama dengan Badan Penanaman Idiologi Pancasila semakin meneguhkan dan memperkuat komitmen untuk selalu menjaga, mengawal, mengamankan, dan mengamalkan Pancasila yang merupakan dasar ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), demi terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan Makmur
Pondok Pesantren Riyadussalikin Bersama dengan BPIP mengajak pada seluruh elemen bangsa, Pondok Pesantren dan masyarakat, khususnya yang ada di wilayah Priangan Timur untuk Bersama-sama membangun kesadaran menjaga dan mengawal Pancasila serta kesadaran bahwa Kebhinnekaan adalah Rahmat Tuhan YME. Tanggung jawab mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menjadi bangsa yang kuat. Oleh karenanya, perbedaan kepercayaan, suku, ras dan golongan jangan sampai menghancurkan persatuan dan kesatuan kita sebagai anak bangsa. Kita mesti tetap bersatu dan saling menghargai. Pancasila Harga Mati!