JAKARTA – Penanganan konflik SARA, Sosial, Budaya dan Ideologi yang terjadi di Indonesia harus ada kalaborasi semua pihak.
Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan konflik SARA, sosial, budaya dan ideologi tidak bisa dicegah atau ditangani hanya oleh satu institusi seperti Polri semata.
“Dalam pencegahan konflik SARA, Polri harus mengedapankan non state actor seperti ormas, LSM/NGO, tokoh masyarakat, dan bekerja sama juga dengan state actor lainnya seperti Pemerintah Daerah, TNI dan lembaga lainnya,” ujar Stanislaus, hari ini.
Menurutnya, Polri harus mengedepankan fungsi Babinkamtibmas dan intelijen untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini konflik SARA di masyarakat, dengan kolaborasi bersama unsur lain.
“Meskipun upaya tersebut sudah dilakukan, tetapi masih perlu dikuatkan lagi terutama dalam aspek pencegahan,” ujarnya lagi.
Sementara itu, Ketua GPMI Syarief Hidayatulloh mengecam pihak-pihak yang menghalalkan segala cara untuk memecah belah bangsa.
“Semua elemen bangsa harus bekerjasama untuk menangani konflik tersebut yang berpotensi memecah belah bangsa,” kata Syarief.
Dikatakannya, Negara dan masyarakat Indonesia tidak boleh kalah apalagi ikut ke dalam arus Isu SARA maupun konflik lainnya. Tentunya, sebagai bangsa Indonesia tidak menginginkan ketegangan dan perpecahan.
“Saling menghormati dan menghargai adalah kunci penting pencegahan agar konflik itu tidak terjadi. Sebagai warga Negara dari bangsa yang berideologi Pancasila, wajib kita menjaga dan menerapkan esensi dari kelima sila yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa, jaga Persatuan dan kesatuan,” sebutnya.
Untuk diketahui, salah satu kegiatan dalam pelaksanaan Program prioritas Kapolri adalah kegiatan penanganan konflik unsur SARA, Sosial, Budaya dan Ideologi. Dalam capaian hasil akhir dalam kegiatan Program tersebut adalah : penanganan konflik dilakukan dengan pencegahan sedini mungkin terhadap akar permasalahan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik pimpinan Formal dan informal.
Dalam pelaksanaan 100 hari Program Prioritas kapolri tersebut penanggungjawab kegiatan 34 (penanganan konflik unsur SARA, Sosial, Budaya dan Ideologi) telah menerima 2.310 laporan kegiatan penanganan konflik tersebut dari jajaran kewilayahan Poda se-Indonesia.
Berdasarkan laporan tersebut sesuai dengan aksi dan capaian target penyelesaian konflik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemetaaan konflik dan potensi konflik guna mengetahui akar-akar peramasalahan yang terjadi sebanyak 141 kegiatan pemetaan.
2. Berkomunikasi dan berkoordinasi dengan tokoh informal baik dengan tokoh masyarakat, tokoh agama maupun ahli sipil Society guna mendapatkan solusi dalam penyelesaian konflik sebanyak 521 kegiatan.
3. Melaksanakan rapat koordinasi dengan melibatkan instansi terkait dan stakeholder lainnya dalam upaya penyelesaian konflik sebanyak 93 kegiatan
Brigjen Pol Drs. Bayu Wisnu Murti, Msi sebagai Penanggungjawab Kegiatan mengatakan bahwa guna mengantispasi berkembangnya konflik unsur penanganan konflik unsur SARA, Sosial, Budaya dan Ideologi seluruh Polda jajaran se-Indonesia telah membentuk satuan tugas penanganan konflik, dimana Satgas tersebut akan selalu berkoordinasi dan bekerjasama dengan instansi terkait serta stakeholder lainnya untuk upaya penyelesaian konflik maupun potensi konflik yang terjadi dengan mengedepanan tindakan Soft Approuch sehingga konflik dapat diselesaikan dengan meminimalisir dampak negative dari tindakan yang dilakukan.