Jateng – Kakesbangpol Kabupaten Semarang Haris Pranowo membantah tudingan bahwa produk kebijakan pemerintahan Jokowi soal UU Ormas yang baru saja di keluarkan tersebut dinilai otoriter dan memberangus ormas.
“Yang sebenarnya terjadi tidak seperti itu. Dalam hal ini bahwa negara ingin menjamin bahwa kebhinnekaan tetap terjaga dan kebebasan tidak menjadi melampaui batas dan akhirnya bertentangan dengan ideologi bangsa,” tegas Haris.
Hal itu disampaikannya saat seminar Kebangsaan bertema “UU Ormas dalam Prespektif Konstitusi, Demokrasi Pemuda Zaman Now”, yang diinisiasi BEM Fakultas Agama Islam Undaris Semarang, di Balirung PP PAUD dan DIKMAS Jawa Tengah, Senin (27/11/2017).
Menurut dia, sebenarnya di dalam UU Ormas yakni UU No 2 tahun 2017 dianggap lebih rinci dan detail, terutama untuk beberapa larangan ormas, karena memang dalam prakteknya banyak ormas yang menggunakan lambang – lambang yang dilarang dan tidak dibenarkan oleh negara.
“Sudah menjadi kewajiban bagi kesbang Pol untuk membina, pengawasan terhadap ormas – ormas, karena beberapa ormas melakukan tindakan yang berlebihan dengan memakai simbol – simbol negara ataupun simbol – simbol instansi pemerintah, sehingga menimbulkan keresahan di tengah masyarakat,” bebernya.
Dia melanjutkan pihaknya nantinya akan memonitoring terhadap ormas, agar keberadaannya bisa bermanfaat bagi masyarakat dan sesuai dengan aturan yang ada.
“Terkait hal tersebut sudah ada perintah pemerintah pusat untuk tiap masing-masing Kepala Daerah membuat peraturan tentang ormas,” sebutnya.
Ditempat yang sama, Dekan Fakultas Hukum Undaris Tri Susilowati MH menilai sangat penting bagi negara untuk mengeluarkan kebijakan tersebut agar generasi jaman Now tidak terjerumus dalam ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi negara.
“Demokrasi jaman sekarang, negara harus melakukan perubahan terhadap demokrasi yang hidup di negara ini. Dengan begitu semua organisasi harus menggunakan standar yang ada di Departemen Hukum dan Ham,” terang Susilowati.
Dia menyakini UU Ormas tidak hanya menyasar satu organisasi saja, dan di negara Indonesia tidak bisa menggunakan demokrasi secara tanpa bebas, karena Indonesia bukan menganut demokrasi liberal tapi demokrasi Pancasila. Bahwa tujuan dari demokrasi adalah untuk memajukan dan kemakmuran rakyatnya.
“UU Ormas tidak bermaksud memberangus hanya sebagai alat kontrol agar ormas yang ada tidak melewati batas, seperti munculnya kelompok radikalisme,” jelas Susilowati.
Dia menjelaskan alasan negara mengeluarkan produk kebijakan tersebut adalah karena adanya kelompok- elompok yang telah melakukan gerakan-gerakan yang dinilai akan mengganggu ketertiban, yang disikapi oleh kelompok-kelompok lain yang merasa menjadi korban. Sementara yang diinginkan negara adalah tidak berkembang konflik-konflik yang di sebabkan oleh kelompok-kelompok yang tidak sesuai dengan konstitusi negara.
“Negara juga menginginkan agar kelompok-kelompok tersebut tidak melewati batas demokrasi Pancasila,” ucapnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Fahmi Asy’Ari SH. MH mengatakan bahwa UU Ormas dianggap sebagai kontra produktif, yang merupakan keberhasilan pemerintah tapi disisi lain menimbulkan gejolak di tengah – tengah masyarakat. Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum bukan negara yang berdasarkan kekuasaan. Jadi semua proses dan kajian pembuatan UU harus sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar hukum Indonesia.
“Yang harus dipahami adalah apa yang mendasari di sahkanya Perppu tentang ormas, apakah benar-benar untuk mengatur kebebasan masyarakat yang lindungi oleh pemerintah,” pungkasnya.