Jakarta – Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) Willy Prakarsa mengatakan pernyataan mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad soal Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan tetap diperlukan dinilai terlalu berlebihan dan terkesan sangat lebay.
“Menurut saya ini terlalu lebay, Polisi khususnya Polda Metro sudah profesional dalam menjalankan tugas. Biarkan Polisi bekerja dulu jangan di rusuhin dengan TGPF, toh dua sketsa wajah yang diduga terlibat dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan sudah dirilis,” ungkap Willy Prakarsa, hari ini.
Menurut dia, langkah pembentukan TGPF justru membuat tumpang tindih dalam bekerja. “Biarkan saja Polisi bekerja tanpa intervensi sehingga hasilnya bisa lebih baik dan memuaskan harapan publik,” ucap dia.
Willy menyakini kepolisian bisa serius dalam mengusut kasus penyiraman air keras pada Novel. Jadi, kata dia, desakan pembentukan TPGF dianggapnya tidak perlu.
“Kita percayakan dengan kepolisian. Saya yakin kepolisian itu serius,” tegasnya.
Willy mengatakan Novel yang kini menjadi penyidik di KPK adalah mantan polisi. Karena itu, Willy memastikan kepolisian juga pasti punya kepentingan membela bekas perwiranya.
“Penyiraman ini memang kita akui sebagai tindakan brutal. Tapi kami yakin Kepolisian bisa bekerja profesional dan masih sanggup menyelesaikan kasus tersebut,” katanya.
“Abraham Samad mestinya gak usah ikut campur supaya persepsi publik tidak macam-macam. Malah jadi gaduh lagi. Mendingan dukungan penyidik Polri dan penyidik KPK bantu cari pelakunya,” sebutnya.
“Jangan berpikiran negatif macam-macam dengan upaya Polisi,” tandasnya.
Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai shalat subuh berjamaah di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017 hingga saat ini.