JAKARTA – Keberhasilan program pemerintah ditentukan banyak hal, salah satunya partisipasi publik. Partisipasi publik muncul ketika pemerintah membuka diri sepenuhnya untuk berkomunikasi dengan berbagai elemen perihal program yang akan dilaksanakan.
Dengan perencanaan Sosialisasi yang baik dalam kerangka kerja untuk melayani kepentingan umum, maka program pemerintah tidak hanya diinformasikan ke masyarakat tetapi juga ada unsur persuasi, membangun hubungan, serta mendorong munculnya dialog antara masyarakat dengan pemerintah.
Berkaitan dengan rencana pemerintah tentang pengadaan vaksin tersebut, Kordinator Nasional Konsolidasi Mahasiswa Dan Pemuda Inonesia Bersatu (Kornas Komapib) menginisiasi diskusi public via zoom bertajuk “Vaksin Covid-19 di tengah ancaman hoax” pada hari Kamis, 10 Desember 2020.
Diskusi ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Dr. Iswanto (Koordinator Nasional Kawan Vaksin), Dr. Rasminto (Direktur Eksekutif HSI) dan dimoderatori oleh Ayu Siti Fatimah (Ketua Putri GPII Propinsi Banten).
Ibrahim Mansyur/Bram dalam sambutanya sebagai Kordinator Nasional Konsolidasi Mahasiswa Dan Pemuda Inonesia Bersatu (Kornas Komapib) menyebut, bahwa Mahasiswa dan Pemuda menjadi unsur penting dalam konteks penanganan pandemi Covid-19, khususnya terkait rencana pelaksanaan vaksinasi virus corona (SARS-CoV-2).
“Hal ini antara lain karena adanya ancaman hoax,” katanya.
Sebagaimana diketahui, rencana pelaksanaan vaksinasi Covid-19 diwarnai munculnya hoax yang membuat masyarakat enggan menjalani vaksinasi tersebut.
Dalam pelaksanaan sosialisasi programnya Pemerintah harus bersinergi dengan berbagai elemen, terutama mahasiswa dan pemuda untuk turun langsung kepda masyarakat untuk memberikan edukasi tentang pentingnya vaksin.
Ia juga mengutip di laman covid19.go.id Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mengatakan, terdapat beberapa informasi keliru yang beredar di masyarakat terkait vaksin.
“Seperti halal-haram vaksin, kandungan berbahaya dalam vaksin, efektivitas serta keamanan vaksin, dan lain sebagainya,” ujar Bram lagi.
Sementara itu, Dr. Rasminto mengawali diskusi dengan memaparkan vaksin covid-19 sebagai solusi percepatan pemulihan ekonomi dan ancaman hoax. Dalam pemaparannya dia mengemukakan hasil survei HSI terkait dampak Pandemi Covid-19 di Ibukota Jakarta.
Dampak Kebijakan PSBB di tengah Pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap penurunan penghasilan masyarakat di DKI Jakarta yakni sebesar 78,66%. Dampak pada pekerjaan mengakibatkan 59,91% warga DKI Bekerja dengan WFH, 19,38% menjadi korban PHK.
“Untuk Survive, sebanyak 56,46% warga DKI harus merogoh tabungannya, 16,27% terpaksa berhutang, 15,31% dengan menjual barang-barang berharga, 8,13% meminta bantuan keluarga / Badan Sosial dan 3,83% dengan berbagai cara lainnya,” katanya.
Rasminto juga menyinggung Isu Vaksin Covid-19, Berita Hoax dan Percepatan Pemulihan Ekonomi dan fakta-faktanya. Pertama, dampak Covid19 mempengaruhi kondisi ekonomi warga. Kedua, Korban Covid19 semakin hari semakin meningkat. Ketiga, Kesulitan ekonomi warga akan mempengaruhi pada tingginya konflik komunal.
“Kelima, Bertebaran berita dan informasi hoax terkait persoalan Vaksin Covid19,” tuturnya.
Rasminto, mengakhiri pemaparanya dengan memberikan masukan kepada pemerintah atas upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional, diataranya Vaksin Covid-19 jadi solusi dalam membangun imunitas warga.
“Pentingnya sosialisasi yang masif tentang Vaksin Covid-19 dari pemerintah kepda waraga, dan mendesak pemerintah agar segera mungkin pengadaan Vaksin Covid19 dalam normalisasi kehidupan masyarakat,” sebutnya.
Narasumber kedua, Dr. Iswanto menjelaskan vaksin secara biologis yang merupakan virus atau bakteri yang dilemahkan untuk kemudian menghasilkan kekebalan aktif saat dimasukkan ke dalam tubuh manusia. Fungsi Vaksin dalah hal ini untuk mencegah morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit infeksi.
“Vaksin memainkan peran penting pada abad ke-20 karena berhasil mengeradikasi penyakit cacar (smallpox) pada tahun 1974 di Indonesia, terakhir dilaporkan di Desa Sepatan, Banten. Kasus terakhir 1976 di Somalia. Eradikasi cacar di dunia baru declare tahun 1979, 1980 dunia bebas cacar, 1981 vaksin cacar dihentikan,” tambahnya.
Lanjutnya, Iswanto menyebut ada gerakan anti Vaksin, karna seiring berjalannya waktu, gerakan antivaksin mekain gencara, terutama di internet, Seminar-seminar di perguruan tinggi dan pembicaranya adalah dokter. Di saat vaksin ini semakin populer, lahir komunitas kaum anti-vaksin.
“Penolakan Vaksin Bisa dari gencarnya berita di media, berita tentunya yang bersifat mendidik tetapi ada juga berita yang tidak benar malah cenderung black campaign (kampanye hitam yang menyesatkan), tetapi bagi masyarakat yang menengah kebawah tentu nya akan lebih mudah mempercayai, apalagi bila berita dari profesi atau tokoh pemuka masyarakat,” tegas Iswanto.
Situasi Vaksin Covid-19 Di Indonesia saat ini ada diskursus yang sangat tajam dari kalangan dokter, terutama di sosial media. Ada yang berpendapat tidak perlu vaksin covid-19, karena dinilai hanya buang-buang uang dan lebih baik untuk pengadaan PCR, dan sebenarnya PCR dibutuhkan untuk skrining penemuan kasus.
“Terkait Uji klinik di Bandung itu hanya ece-ece jumlah terlalu sedikit hanya 1620, Sedangkan kita tau bersama vaksin ini untuk pencegahan. Selain dari itu ada yang berpendapat, batalkan saja pembelian vaksin dan beli vaksin bagaikan beli kucing dalam karung. Yang dibatalkan itu apa ? Perhitungan kebutuhan vaksin covid belum selesai dan persepsi masyarakat terkait penerimaan vaksin ini yang menerima 64,8 %, tidak menerima 7,4 %, tidak tahu 27,6%,” kata Iswanto.
Lanjut, Iswanto, argumen yang digunakan oleh Gerakan Anti-vaksin terbukti palsu yang menyebut Vaksin MMR menyebabkan autisme. Karena hal itu terbukti bahwa data yang dipublikasi di majalah Lancet tidak benar dan artikel ditarik pada 6 Februari 2010 dan juga telah dibuktikan oleh banyak riset yang dilakukan setelah adanya tuduhan vaksin MMR menyebabkan autisme tidak terbukti.
“Jadi munculnya fenomena HOAX di Indonesia perlu diwaspadai karena kasusnya terjadi di seluruh dunia, dan masyarakat harus diberi penjelasan dengan benar. Agar memahami tentang manfaat vaksinasi agar tidak mudah tertipu oleh pernyatan pihak-pihak yang menggencarkan gerakan anti-vaksinasi. Untuk para profesi seyogyanya membekali diri dengan prinsip keilmuan dan berbasis bukti,” pungkasnya.