MUI : Penangkapan Yahya Waloni dan Muhammad Kece Biar Jadi Pembelajaran yang Berharga

JAKARTA – Youtuber Muhammad Kece dan Ustadz Yahya Waloni ditetapkan tersangka atas kasus dugaan kasus ujaran kebencian hingga penodaan agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar kasus yang menjerat keduanya dijadikan pelajaran berharga bagi semua pihak.

“Jadi dua kasus yang terakhir seperti M Kece dan Yahya Waloni itu harus menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua agar tidak menimbulkan sikap apriori dalam kehidupan beragama,” ujar Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan dalam diskusi secara daring.

Bacaan Lainnya

Amirsyah menilai, dalam kehidupan beragama seharusnya dapat menjadikan cara berpikir dan bertutur kata untuk lebih maju dalam mendorong sebuah peradaban bangsa yang bermartabat dan berdaulat.

“Sebab bangsa ini kalau dibiarkan polarisasi beragam yang ekstrem ke kiri, ekstrem ke kanan ini bangsa ini berada pada posisi yang sangat mengkhawatirkan.

Terus terang saya mengatakan ini karena saya merasakan bagaimana praktik-praktik kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat yang semakin hari menimbulkan polarisasi,” ujarnya.

Amirsyah mengungkapkan, beberapa hari lalu MUI telah mmusyawarah kerja nasional dan mengambil suatu sikap agar pemimpin bangsa dab masyarakat harus mengakhiri sikap polarisasi yang mempertentangkan dua pilihan.

“Karena sama bahayanya ekstrem kiri dia membawa suatu sikap yang liberal termasuk sosialis dan komunis, juga ekstrem kanan juga membawa agama ke satu pemahaman yang keliru yang menyalahgunakan agama,” tuturnya.

Untuk diketahui, setelah penangkapan Yahya Waloni, selain Eggi Sudjana, para tokoh TPUA lainnya juga menyatakan siap membela. Diantaranya Ahmad Khozinudin, SH (Koordinator Advokat Tim Pembela Ulama dan Aktivis dan Ketua LBH Pelita Umat) yang merupakan simpatisan Eks Ormas Hizbut Tahrir Indonsia (HTI). Ahmad Khozinudin pernah ditangkap Tim Penyidik dari Direktorat Cyber Crime Mabes Polri pada Jumat, 10 Januari 2020 pukul 02.30 WIB dengan status tersangka atas tudingan menebar hoax dan melawan penguasa, berdasarkan ketentuan pasal 14 ayat (2) dan 15, UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana dan/atau pasal 207 KUHP.

Pos terkait