Jakarta – Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Abdul Chair Ramadhan mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) final dan mengikat. Ia menilai putusan MK telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak dibacakan dalam persidangan.
“Putusan MK tersebut harus dilaksanakan terlepas dari adanya pro dan kontra. Putusan MK berlaku bagi semua orang (erga omnes),” ujar Chair, kepada awak media, Sabtu (4/11).
Chair mengungkapkan putusan MK yang menambahkan frasa pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu bukan hanya ditujukan kepada seorang kepala daerah tetapi berlaku bagi semua jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD.
“Terkait dengan berlangsungnya sidang dugaan pelanggaran kode etik hakim Konstitusi, Majelis Kehormatan MK (MKMK) tidak dapat membatalkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023,” tegas Chair.
Dia menjelaskan bahwa tidak ada dasar hukum yang menyebutkan Majelis Kehormatan MK dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Dukungan terhadap Majelis Kehormatan MK agar membatalkan putusan tersebut justru menunjukkan sikap yang berlawanan dengan konstitusi.
Ia menegaskan putusan MK harus dimaknai sebagai jaminan perlindungan. Bukan hanya ditujukan kepada kepentingan individu, kepentingan masyarakat, akan tetapi juga menyangkut kepentingan negara.
“Suka atau tidak suka terhadap Putusan MK yang pada akhirnya menjadikan Gibran sebagai cawapres dan disandingkan dengan Prabowo, demikian itu sudah sah secara hukum,” sambung Chair.
Chair memandang segala macam perdebatan maupun berbagai manuver, seperti gagasan Hak Angket DPR tidak dapat memberikan pengaruh apa pun terhadap putusan MK.
“Khusus menyangkut gagasan Hak Angket, perlu dipertanyakan. Sejatinya pelaksanaan Hak Angket menunjuk pada adanya dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah,” tandasnya.