Jakarta – Pemanfaatan teknologi informasi buat pemilihan umum oleh KPU diberi sinyal untuk segera diperbaiki. Pasalnya, hal itu memunculkan beberapa masalah yang berimbas pada turunnya ranking demokrasi Indonesia.
“Tantangan KPU ke depannya seperti apa? Kemudian hal apa yang harus dilakukan oleh KPU? Karena di sini membicarakan tentang kelembagaan yang ideal,” ujar Manajer Pemantauan Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (Seknas JPPR) Nopa Supensi, dalam diskusi bertajuk “Membangun Kelembagaan KPU yang Ideal”, di De Tuna Resto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Lanjut dia, tantangan yang akan dihadapi KPU ke depan adalah terkait teknologi informasi yang berkaitan dengan pemanfaatan sistem informasi yang digunakan sebagai instrumen keterbukaan pada publik di setiap tahapan pemilu.
“Mengenai tantangan dengan kondisi yang terjadi di masyarakat hari ini, itu terjadi di Pemilu 2024 kemarin juga. Dimana, mengenai tantangannya yaitu bagaimana misinformasi disinformasi digital dan cyber manipulation,” terang Nopa.
Menurut dia, misinformasi, disinformasi dan cyber manipulation di era teknologi saat ini berpotensi semakin masif di pemilu mendatang, dan membuat sistem informasi KPU berkemungkinan besar dipolitisir yang berujung gaduh.
Sebagai contoh, ia mengungkit tragedi kesalahan data di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU yang menjadi bahan bulan-bulanan netizen karena tata kelola dan pemanfaatannya belum dapat ditingkatkan secara lebih baik dari sebelumnya.
“Di mana mengenai digitalisasi teknologi, bagaimana informasi-informasi yang didapatkan oleh masyarakat, sangat cepat mempengaruhi. Sehingga, terjadi (penyebaran) berita-berita hoaks kemudian manipulasi informasi,” tuturnya.
“Pada akhirnya masyarakat mendengarkan atau mendapatkan informasi yang tidak benar ataupun berita hoaks, yang akhirnya mereka melemahkan demokrasi atau melemahkan nilai demokrasi itu sendiri,” pungkas Nopa.





