Jakarta – Wakapolri Komjen Pol Prof. Dr. Dedi Prasetyo menegaskan bahwa pembentukan pusat-pusat studi baru di lingkungan STIK–Lemdiklat Polri merupakan langkah visioner untuk memperkuat landasan ilmu kepolisian Indonesia di tengah tantangan keamanan yang semakin kompleks. Menurutnya, Polri harus bergerak sejajar dengan negara-negara maju yang mengembangkan kajian akademik sebagai fondasi kebijakan kepolisian berbasis bukti ilmiah atau evidence-based policing.
Dalam pemaparannya, Wakapolri menjelaskan bahwa pusat kajian di institusi kepolisian negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, New Zealand, Australia, hingga Cina, telah menjadi laboratorium kebijakan publik yang mumpuni. Karena itu, Polri melihat bahwa peningkatan kualitas kajian ilmiah adalah kebutuhan mendesak.
“Hari ini bukan sekadar acara seremonial biasa, tetapi langkah visioner untuk memperkuat landasan pengetahuan Polri di tengah dinamika keamanan yang makin kompleks,” ujar Komjen Dedi.
Beliau menekankan bahwa lingkungan strategis saat ini berubah sangat cepat. Kejahatan siber semakin canggih, kejahatan lintas negara semakin variatif, radikalisme berkembang dinamis, hingga arus disinformasi yang mengancam stabilitas sosial. Di sisi lain, tuntutan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas Polri semakin tinggi.
“Kebijakan strategis Polri harus dibangun dari data yang kuat dan analisis riset yang tajam. Riset itu fondasi dari setiap solusi dan kebijakan,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen, Polri terus mendorong penerapan evidence-based policing melalui pembentukan berbagai pusat studi. Pusat-pusat ini diproyeksikan menjadi laboratorium kebijakan publik kepolisian yang menghasilkan kajian strategis, pemetaan ancaman, evaluasi program, dan formulasi kebijakan presisi sesuai arah akselerasi transformasi Polri.
Wakapolri juga memaparkan delapan arah akselerasi transformasi Polri, meliputi transformasi organisasi, pelayanan publik, operasional, pengawasan, serta empat dukungan transformasi di bidang kehumasan, teknologi informasi, pendidikan dan SDM, serta bidang lainnya yang terus diperluas.
Pada kesempatan tersebut, tiga pusat studi resmi diperkenalkan: Pusat Studi Hukum, Pusat Studi Kehumasan, dan Pusat Studi Pasifik–Oseania. Ketiganya memperkuat enam pusat studi lain yang sudah diluncurkan sebelumnya, seperti pusat studi anti korupsi, terorisme, cyber, ilmu kepolisian, pemolisian masyarakat, dan keamanan lintas sektoral.
Wakapolri menekankan pentingnya pusat studi SDM, mengingat Polri kini mengelola sekitar 481 ribu personel, jumlah terbesar kedua di dunia setelah Cina. Menurutnya, kualitas SDM menjadi syarat utama bagi perubahan organisasi apa pun.
“Tidak ada organisasi hebat tanpa sumber daya manusia yang hebat. Itu hukum alam organisasi. Karena itu pusat kajian SDM sangat penting untuk membuka wawasan, membangun kapasitas, dan memperkuat profesionalitas personel Polri,” jelas Komjen Dedi.
Selain itu, Polri juga tengah menyiapkan pusat studi forensik (kedokteran dan digital forensik) serta pusat studi teknologi kepolisian yang mengarah pada pengembangan industri keamanan nasional. Wakapolri menyebut bahwa perkembangan teknologi kepolisian harus terus direspons dengan riset dan inovasi yang berkelanjutan.
Wakapolri juga menegaskan pentingnya kerja sama internasional. Saat ini Polri telah bekerja sama dengan 43 universitas dalam negeri serta beberapa institusi pendidikan kepolisian di luar negeri, seperti New Zealand Police College, termasuk mengirim personel belajar melalui program LPDP di Glasgow dan sejumlah universitas terbaik dunia.
Seluruh pembangunan pusat studi ini, kata Wakapolri, merupakan bagian dari langkah besar untuk mengembangkan STIK–PTIK menjadi universitas kepolisian modern yang terbuka, adaptif, dan berstandar global.
“Kita tidak bisa membiarkan STIK–PTIK stagnan. Dengan akselerasi yang tepat, STIK–PTIK dapat berkembang menjadi universitas kepolisian yang melahirkan kajian ilmiah hebat dan SDM Polri yang unggul. Ini modal kita untuk masa depan Polri dan masa depan Indonesia,” pungkas Wakapolri.
